Powered by Blogger.
RSS

Inflamasi pada glans penis, lecet (ekskoriasi) pada glans penis, OUE, dan batang penis, duh tubuh homogen abu-abu


Balanitis
Balanitis adalah peradangan glans; balanopostitis adalah peradangan glans dan prepusium pada pria yang tidak disirkumsisi. Peradangan dapat disebabkan oleh gonore, trikomoniasis, sifilis, candida albicans, tinea, atau organism coliform; dapat pula sebagai komplikasi dari dermatitis seperti psoriasis; atau dermatitis kontak akibat celana, pemakaian kondom, dan jeli kontrasepsi (Wilson & Hillegas, 2006).
Gejala dan tanda adalah iritasi, nyeri, dan secret dengan bau yang tidak sedap; edema dapat mengakibatkan limfosis. Ulserasi dapat terjadi, mengakibatkan pembesaran dan nyeri pada kelenjar limfe inguinalis. Identifikasi organism peyebab melalui pembiakan secret, dan pengobatan meliputi irigasi dengan larutan salin beberapa kali sehari dan antibiotic. Sirkumsisi dapat dipertimbangkan jika fimosis timbul setelah nyeri mereda (Wilson & Hillegas, 2006).
Lecet pada glans penis, OUE dan batang penis
Tampilan fisik dari ulkus genital pada 446 pria menurut penelitian yang dilakukan DiCarlo dan Martin, diukur dan disesuaikan dengan skala kuantitatif. 220 orang diantaranya didiagnosis dengan infeksi mikroba tunggal. 45 orang mengalami syphilis, 118 orang mengalami chanchroid, dan 57 orang mengalami herpes genitalis. Pada syphilis, ulkus bersifat tidak nyeri, keras, dan bersih. Pada ulkus chancroid bersifat dalam, rapuh di bagian bawah, dan purulen. Sementara pada herpes genitalis, ulkus bersifat multiple, dangkal dan lunak (DiCarlo & Martin, 1997).
Pendekatan diagnostic yang disarankan pada pasien dengan ulkus atau discharge genital adalah sebagai berikut (Hee et.al, 2009):
A. Riwayat Pasien
1. Riwayat lesi: tampilan awal (adanya vesikel), durasi munculnya lesi, adanya gejala urethritis, atau gejala sistemik lain, penggunaan obat topical atau sistemik, riwayat gejala serupa sebelumnya atau pasangan dengan gejala yang serupa.
2. Riwayat kesehatan: status HIV, kondisi kulit, alergi obat-obatan, dan penggunaan obat.
3. Riwayat seksual: orientasi pasangan seksual, jumlah pasangan, tempat, paparan dengan PSK, pasangan dengan gejala serupa, pasangan dengan HSV atau syphilis.
4. Riwayat perjalanan: daerah endemis.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Lesi: tampilan, distribusi, jumlah, ukuran, indurasi, kedalaman, dan lunak.
2. Pemeriksaan genital: mencari adanya lesi lainnya.
3. Limfonodi: memperhatikan jumlah dan lokasi pembesaran limfonodi, ukuran, konsistensi, adanya bubo.
4. Pemeriksaan umum: pemeriksaan cavum oris dan kulit tubuh, palmar, dan plantar. Pada pasien syphilis, hal ini termasuk pemeriksaan system cardiovascular dan neurologi.
Diagnosis yang hanya didasarkan pada riwayat medis dan pemeriksaan fisik mungkin tidak akurat. Idealnya, semua pasien yang mempunyai keluhan ulkus genitalis harus dievaluasi dengan tes serologi untuk syphilis dan evaluasi diagnostic untuk herpes genital. Jika diduga adanya chancroid, pasien harus dirujuk ke dokter spesialis untuk evaluasi dan tes untuk Haemophilus ducreyi (Hee et.al, 2009).
Genital discharge
Pasien yang menunjukkan adanya discharge genital sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan screening terhadap HIV dan syphilis. Urethritis adalah penyebab yang paling umum dari genital discharge pada pria (Hee et.al, 2009).
Gejala klinis urethritis termasuk discharge, disuria, dan rasa gatal yang tidak nyaman yang timbul pada intra-urethral. Kuantitas discharge bervariasi, dan dapat menjadi kontinu atau intermiten. Warna dan konsistensi dari discharge bervariasi dari jernih, mukoid, putih, mukopurulen, hingga sangat purulen. Adanya discharge uretral hampir selalu mengindikasikan adanya infeksi uretra. Disuria pada orang yang aktif secara seksual dari remaja hingga separuh baya sering mengindikasikan infeksi uretra, dimana pada pria yang lebih tua infeksi saluran kemih menjadi diagnosis yang lebih sering. Walaupun infeksi uretra yang ditularkan melalui hubungan seksual mungkin dapat menjadi asimtomatik (Hee et.al, 2009).
Pendekatan diagnostic yang disarankan untuk pasien dengan genital discharge (Hee et.al, 2009):
A. Riwayat pasien
1. Riwayat discharge: onset, durasi, warna, bau, kaitan dengan miksi, disuria, gatal, kemerahan, kronisitas, kaitan dengan tempat (uretra, vagina, pharynx, rectum, mata), gejala sistemik lain (demam, nyeri sendi, gangguan penglihatan), penggunaan obat-obat topical atau sistemik, riwayat gejala serupa atau pasangan dengan gejala serupa.
2. Riwayat kesehatan: diabetes, status HIV, alergi obat, penggunaan obat, riwayat menstruasi, riwayat kehamilan.
3. Riwayat seksual: pasangan, jumlah, tempat, paparan PSK, pasangan dengan gejala dan tanda yang serupa, pasangan dengan diagnosis genital discharge yang sudah diketahui.
4. Riwayat perjalanan: daerah endemis.
B. Pemeriksaan fisik
1. Lesi: tampilan dan karakteristik discharge, konsistensi, bau.
2. Pemeriksaan genital: genitalia eksterna dan area perianal untuk inflamasi dan lesi lainnya.
3. Limfonodi: mencatat jumlah dan lokasi pembesaran, konsistensi.
4. Pemeriksaan umum: cavum oris, mata. Pada pria, pemeriksaan hati-hati dilakukan pada penis, retraksi preputium, inspeksi meatus untuk adanya inflamasi, dan discharge uretral. Jika tidak terlihat discharge, uretra dengan lembut ditekan untuk mengetahui adanya discharge yang belum keluar atau tidak.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment