Powered by Blogger.
RSS

Mengenal Golongan Obat Antibiotika

Antibiotika dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Antibiotika golongan aminoglikosid,bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.

Aminoglikosid
Aminoglikosid merupakan senyawa yang terdiri dari 2 atau lebih gugus gula amino yang terikat lewat ikatan glikosidik pada inti heksosa. Aminoglikosid merupakan produk streptomises atau fungus lainnya. Seperti Streptomyces griseus untuk Streptomisin, Streptomyses fradiae untuk Neomisin, Streptomyces kanamyceticus untuk Kanamisin, Streptomyces tenebrarius untuk Tobramisin, Micromomospora purpures untuk Gentamisin dan Asilasi kanamisin A untuk Amikasin.
Aminoglikosid dari sejarahnya digunakan untuk bakteri gram negatif. Aminoglikosid pertama yang ditemukan adalah Streptomisin. Antibiotika lain untuk bakteri gram negatif adalah golongan Sefalosporin generasi 3 yang lebih aman, akan tetapi karena harganya masih mahal banyak dipakai golongan Aminoglikosid.
Aktivitas bakteri Aminoglikosid dari Gentamisin, Tobramisin, Kanamisin, Netilmisin dan Amikasin terutama tertuju pada basil gram negatif yang aerobik (yang hidup dengan oksigen).
Masalah resistensi merupakan kesulitan utama dalam penggunaan Streptomisin secara kronik; misalnya pada terapi Tuberkulosis atau endokarditis bakterial subakut. Resistensi terhadap Streptomisin dapat cepat terjadi, sedangkan resistensi terhadap Aminoglikosid lainnya terjadi lebih berangsur-angsur.

2. Antibiotika golongan sefalosforin,
bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri.

Sefalosforin
Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam. Seperti antibiotik Betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun garam negatif, tetapi spektrum masing-masing derivat bervariasi.

3. Antibiotika golongan klorampenikol, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
Kloramfenikol
Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae. Karena ternyata Kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang kuat maka penggunaan Kloramfenikol meluas dengan cepat sampai pada tahun 1950 diketahui bahwa Kloramfenikol dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal.

Efek antimikroba
Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman.
Efek toksis Kloramfenikol pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik/darah dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja Kloramfenikol.

4. Antibiotika golongan makrolida, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
Antibiotika golongan Makrolida mempunyai persamaan yaitu terdapatnya cincin Lakton yang besarnya dalam rumus molekulnya. Sebagai contoh terlihat pada struktur dari golongan Makrolida , Eritromisin di bawah ini.
Golongan Makrolida menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversibel dengan Ribosom subunit 50S, dan bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung dari jenis kuman dan kadar obat Makrolida.
Sekarang ini antibiotika Makrolida yang beredar di pasaran obat Indonesia adalah Eritomisin, Spiramisin, Roksitromisin, Klaritromisin dan Azithromisin

5. Antibiotika golongan penisilin, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan.
Penisilin
Penisilin merupakan kelompok antibiotika Beta Laktam yang telah lama dikenal.
Pada tahun 1928 di London, Alexander Fleming menemukan antibiotika pertama yaitu Penisilin yang satu dekade kemudian dikembangkan oleh Florey dari biakan Penicillium notatum untuk penggunaan sistemik. Kemudian digunakan P. chrysogenum yang menghasilkan Penisilin lebih banyak.
Penisilin yang digunakan dalam pengobatan terbagi dalam Penisilin alam dan Penisilin semisintetik. Penisilin semisintetik diperoleh dengan cara mengubah struktur kimia Penisilin alam atau dengan cara sintesis dari inti Penisilin.

Beberapa Penisilin akan berkurang aktivitas mikrobanya dalam suasana asam sehingga Penisilin kelompok ini harus diberikan secara parenteral. Penisilin lain hilang aktivitasnya bila dipengaruhi enzim Betalaktamase (Penisilinase) yang memecah cincin Betalaktam.

1. Aktivitas dan Mekanisme Kerja Penisilin
Penisilin menghambat pembentukan Mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, Penisilin akan menghasilkan efek bakterisid (membunuh kuman) pada mikroba yang sedang aktif membelah. Mikroba dalam keadaan metabolik tidak aktif (tidak membelah) praktis tidak dipengaruhi oleh Penisilin, kalaupun ada pengaruhnya hanya bakteriostatik (menghambat perkembangan).
Oleh karenanya penting untuk menghabiskan antibiotika yang diresepkan dokter anda.

2. Efek Samping Penisilin
· Reaksi hipersensitif, mulai ruam dan gatal sampai serum sickness dan reaksi alergi sistemik yang serius.
· Nyeri tenggorokan atau lidah, lidah terasa berbulu lembut, muntah, diare.
· Mudah marah, halusinasi, kejang

6. Antibiotika golongan beta laktam golongan lain, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri.

7. Antibiotika golongan kuinolon, bekerja dengan menghambat satu atau lebih enzim topoisomerase yang bersifat esensial untuk replikasi dan transkripsi DNA bakteri.

Kuinolon
Asam Nalidiksat adalah prototip antibiotika golongan Kuinolon lama yang dipasarkan sekitar tahun 1960. Walaupun obat ini mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman gram negatif, tetapi eliminasinya melalui urin berlangsung terlalu cepat sehingga sulit dicapai kadar pengobatan dalam darah.
Karena itu penggunaan obat Kuinolon lama ini terbatas sebagai antiseptik saluran kemih saja. Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor pada cincin Kuinolon ( karena itu dinamakan juga Fluorokuinolon). Perubahan struktur ini secara dramatis meningkatkan daya bakterinya, memperlebar spektrum antibakteri, memperbaiki penyerapannya di saluran cerna, serta memperpanjang masa kerja obat.

Golongan Kuinolon ini digunakan untuk infeksi sistemik. Yang termasuk golongan ini antara lain adalah Spirofloksasin, Ofloksasin, Moksifloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin, Sparfloksasin, Lornefloksasin, Flerofloksasin dan Gatifloksasin.
Mekanisme Kerja Kuinolon

Pada saat perkembang biakkan kuman ada yang namanya replikasi dan transkripsi dimana terjadi pemisahan double helix dari DNA kuman menjadi 2 utas DNA. Pemisahan ini akan selalu menyebabkan puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah. Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase. Peranan antibiotika golongan Kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.

8. Antibiotika golongan tetrasiklin, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
Tetrasiklin
Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita tentang Tetrasiklin yang dipatenkan pertama kali tahun 1955. Tetrasiklin merupakan antibiotika yang memberi harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu penemuan antibiotika penting. Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah Klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan Oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari Klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari spesies Streptomyces lain.
Mekanisme Kerja Tetrasiklin
Golongan Tetrasiklin termasuk antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Golongan Tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotika Tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transportasi aktif. Setelah antibiotika Tetrasiklin masuk ke dalam ribosom bakteri, maka antibiotika Tetrasiklin berikatan dengan ribosom 30s dan menghalangi masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino, sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. Pada umumnya efek antimikroba golongan Tetrasiklin sama (sebab mekanisme kerjanya sama), namun terdapat perbedaan kuantitatif dari aktivitas masing-masing derivat terhadap kuman tertentu. Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi antibiotika Tetrasiklin.

9. Kombinasi antibakteri
Kombinasi Antimikroba
Karena kerja dari dua antimikroba Trimetropim dan Sulfametoksazol dalam menghambat reaksi enzimatik obligat berurutan sehingga kombinasi antimikroba ini memberikan efek sinergi. Penemuanan kombinasi antimikroba ini merupakan kemajuan penting dalam usaha meningkatkan efektivitas klinik antimikroba. Kombinasi ini lebih dikenal dengan nama kotrimoksazol.
Aktivitas kombinasi antimikroba Kotrimoksazol berdasarkan atas kerjanya pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk Asam tetrahidrofolat. Sulfometoksazol menghambat masuknya molekul PABA ke dalam molekul Asam folat dan Trimetropim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari Asam dihidrofolat menjadi Tetrahidrofolat.Trimetropi

m menghambat enzim Dihidrofolat reduktase mikroba secara sangat selektif. Hal ini penting, karena enzim tersebut juga terdapat pada sel manusia.

10. Antibiotika golongan lain
Antiobiotika golongan lain yang ada di Indonesia adalah : Klindamisin, metronidazol, colistin, tinidazol, fosfomycin, teicoplanin, vancomycin dan linezolid. Berikut informasi detail dari antibiotika golongan lain :

1. Klindamisin
Klindamisin digunakan untuk infeksi bakteri anaerob. Seperti infeksi pada saluran nafas, septikemia, dan peritonitis. Untuk pasien yang sensitif terhadap penisilin Klindamisin juga dapat digunkan untuk infeksi bakteri aerobik. Klindamisin juga dapat digunakan untuk infeks pada tulang yang disebabkan staphylococcus aureus. Sediaan topikalnya dalam bentuk Klindamisin posfat digunkan untuk jerawat yang parah.
Klindamisin efektif untuk infeksi yang disebabkan mikroba sebagai berikut :
· Bakteri aerobik gram positif seperti golongan Staphylococus dan Streptococus (pneumococcus)
· Bakteri anaerobik gram negatif termasuk golongan Batericoides dan Fusobacterium

2. Metronidazol
Metronidazol efektif untuk bakteri anaerob dan protozoa yang sensitif karena beberapa organisme memiliki kemampuan untuk mengurangi bentuk aktif metronidazol di dalam selnya. Secara sistemik metronidazol digunakan untuk infeksi anaerobik, trikomonasis, amubiasis, lambiasis dan amubiasis hati.

3. Colistin
Colistin digunakan dalam bentuk sulfat atau kompleks sulfomethyl, colistimetate. Tablet Colistin sulfat digunakan untuk mengobati infeksi usus atau untuk menekan flora di kolon. Colistin sulfat juga digunakan dalam bentuk krim kulit, bubuk dan tetes mata. Colistimethat digunakan untuk sedian parenteral dan dalam bentuk aerosol untuk pengobatan infeksi paru-paru.

4. Tinidazol
Tinidazol merupakan kelompok antibiotika azol. Mekanisme kerjanya dengan cara masuk ke dalam sel mikroba dan berikatan dengan DNA.Dengan cara ini mikroba tidak dapat berkembang biak. Tinidazol adalah antibiotika khusus yang digunakan untuk menghentikan penyebaran bakteri anaerob. Bakteri ini biasanya menginfeksi lambung, tulang, otak dan paru-paru.

5. Teicoplanin
Teicoplanin merupakan kelompok antibiotika dari glikopeptida. Bakteri memiliki dinding sel luar yang dipertahankan oleh molekul peptidoglikan. Dinding sel sangat vital untuk mempertahankan pada lingkungan normal di dalam tubuh di mana bakteri hidup.Teicoplanin bekerja dengan mengunci formasi dari peptidoglikan. Dengan cara tersebut dinding bakteri menjadi lemah sehingga bakteri mati. Teicoplanin digunakan untuk infeksi serius pada hati dan darah. Teicoplanin tidak dapat diserap di lambung sehingga hanya diberikan dengan cara infus atau injeksi.

6. Vancomycin
Vancomycin bekerja dengan membunuh atau menghentikan perkembangan bakteri. Vancomycin digunakan untuk mengobati infeksi pada beberapa bagian tubuh. Kadangkala digabung dengan antibiotika lain.Vancomycin juga digunakan untuk penderita dengan gangguan hati (mis demam rematik) atau prosthetic (artificial) hati yang alergi dengan penisilin.Dengan kondisi khusus, antibiotika ini juga dapat digunakan untuk mencegah endocarditis pada pasien yang telah melakukan operasi gigi atau operasi saluran nafas atas (hidung atau tenggorokan).
Vancomycin diberikan dalam bentuk injeksi untuk infeksi serius kalau obat lain tidak berguna. Walaupun demikian, obat ini dapat menimbulkan beberapa efek samping yang serius, termasuk merusak pendengaran dan ginjal. Efek samping ini akan sering terjadi pada pasien yang berumur lanjut.

7. Linezolid
Linezolid digunakan untuk mengobati infeksi termasuk pneumonia,infeksi saluran kemih dan infeksi pada kulit dan darah. Linezolid termasuk golongan antibiotika oxazolidinon.Cara kerja dengan menghentikan perkembang biakan bakteri.

· Sumber :
· Antibiotika [online] http://www.tiscali.co.uk. diakses pada tanggal 15 November 2009
·http://www.nlm.nih.gov. diakses pada tanggal 15 November 2009
· http://apotik.medicastore.com/diakses pada tanggal 15 November 2009
· Buku Farmakologi dan Terapi, edisi 4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1995.
· Wikipedia the free encyclopaedia. Penicillin [Online]. URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Penicillindiakses pada tanggal 15 November 2009.
· Isolasi dan Pembiakan Bakteri. http//:totobe.net diakses pada tanggal 23 Oktober 2009
· Michael J. Pelczar, dan E.C.S. Chan. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Ui-Press : Jkarta
· Buku Ajar Mikrobilogi Kedokteran. Binarupa Aksara: Jakarta.1994

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tips Membuat Keturunan Anak Kembar

Tips Cara Membuat Anak Kembar adalah sebagai berikut:

1. Sejarah keluarga
Apabila di dalam keluarga Anda memiliki sejarah kelahiran kembar, kemungkinan Anda juga akan dapat anak kembar berdasarkan faktor keturunan atau genetik.

2. Gemuk atau berat badan berlebih
Sebuah penelitian yang dimuat di American College of Obstetrics and Gynecology, menunjukkan hubungan yang erat antara kecenderungan kelahiran kembar dengan naiknya kasus obesitas.

Menurut penelitian, ibu dengan Body Mass Index (BMI) lebih dari 30, berpeluang mengandung anak kembar. Tapi statistik ini hanya berlaku bagi pasangan dengan sejarah keluarga kelahiran kembar.

3. Hamil di usia tua
Wanita yang hamil di usia tua, memiliki kemungkinan untuk melahirkan bayi kembar, karena pada usia tersebut diperkirakan produktivitas ovulasi akan tinggi seiring usia biologis yang juga bergerak cepat. Sekitar 17% wanita yang hamil di atas 45 tahun, berpeluang mengandung anak kembar.
Sayangnya, semua tahu mengandung di usia tua sangat berisiko, dari keguguran hingga meningkatnya kadar gula selama hamil.

4. Konsumsi umbi-umbian dan susu
Belum lama ini penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, membuktikan bahwa jenis umbi-umbian, seperti ubi, kentang dan susu dapat meningkatkan ovulasi pada sel telur sehingga membuka kemungkinan seseorang mendapatkan anak kembar.
Salah satu buktinya, etnis Yoruba di Afrika Barat yang penduduknya sebagian besar mengkonsumsi umbi-umbian, terkenal sebagai negara dengan kelahiran kembar tertinggi di dunia. Diyakini bahwa umbi-umbian memiliki zat kimia yang memicu terjadinya hiperovulasi.
Sedangkan penelitian di tahun 2006 lalu memperlihatkan, wanita yang mengkonsumsi susu lebih banyak, cenderung memiliki kemungkinan besar untuk mengandung anak kembar.

5. Fertilitas
Jaman sekarang Program teknologi reproduksi sudah demikian pesat. Dengan menyuntikan hormon tertentu dan melakukan terapi fertilitas, seorang wanita dimungkinkan melahirkan bayi kembar.

6. Sering melahirkan
Semakin banyak anak yang telah Anda miliki, kemungkinan mengalami kehamilan kembar juga semakin besar. Namun tak ada yang bisa memastikan pada kehamilan ke berapa terjadi kehamilan kembar.

7. Hamil saat masih menyusui
Banyak yang beranggapan, saat menyusui, seorang wanita tidak dapat hamil. Tetapi proses laktasi saat menyusui menjaga ibu tetap berovulasi dan mengalami menstruasi.

8. Sedang beruntung
Tak sedikit kasus kelahiran kembar yang justru menggambarkan kriteria umum di atas, serta tak dapat diketahui penyebabnya. Kembar identik (monozigot twin) yang banyak terjadi pun, hingga kini penyebabnya masih misterius. Tak ada yang bisa meramalkan, kapan dan bagaimana sebuah sel telur akan memecahkan diri menjadi dua janin.

Semoga tips Cara Membuat Anak Kembar di atas dapat bermanfaat untuk pasangan yang sedang program anak kembar. Sekedar saran dari foredi shop, sang calon ayah bayi kembar bisa menggunakan bantuan obat kuat foredi atau gasa agar hubungan emosional bercinta makin hot. Dan untuk pasangan wanita anda lebih baik mencoba lady fem untuk meningkatkan gairah bercinta dan kesehatan organ intim juga rahim atau Tissue Majakani untuk rapet lagi dan mengobati keputihan setelah melahirkan anak kembar nanti.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Gangguan Tomcat

KOMPAS.com -  Menurut data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI,  jumlah pasien yang menderita luka akibat kontak dengan serangga Tomcat hingga Senin (19/3/2012)  mencapai 48 orang.

Dirjen P2PL Prof dr Tjandra Yoga Aditama dalam keterangan persnya Selasa (20/3/2012) menyebutkan, jumlah tersebut adalah  yang tercatat dan berobat di 7 Puskesmas dan 1 layanan kesehatan swasta di Jawa Timur. "Sebagian pasien sudah sembuh, sebagian lain dengan keluhan di kulit yang tidak terlalu hebat," ungkap Tjandra.
Untuk menghadapi serangga Tomcat, Tjanda meminta masyarakat tidak perlu panik.  Ia juga menyampaian 10 tips bagi masyarakat untuk menghadapai serangga Tomcat berikut ini :
1. Jika ada menemukan serangga ini, jangan dipencet, agar racun tidak mengenai kulit. Masukkan ke dalam plastik dengan hati-hati, terus buang ke tempat yang aman.
2. Hindari terkena kumbang ini pada kulit terbuka.
3. Usahakan pintu tertutup dan bila ada jendela diberi kasa nyamuk untuk mencegah kumbang ini masuk.
4. Tidur menggunakan kelambu jika memang di daerah anda sedang banyak masalah ini.
5. Bila serangga banyak sekali, maka dapat juga lampu diberi jaring pelindung untuk mencegah kumbang jatuh ke manusia.
6. Jangan menggosok kulit dan atau mata bila kumbang ini terkena kulit kita.
7. Bila kumbang ini berada di kulit kita, singkirkan dengan hati-hati, dengan meniup ataumengunakan kertas untuk mengambil kumbang dengan hati-hati.
8. Lakukan inspeksi ke dinding dan langit-langit dekat lampu sebelum tidur. Bila menemui, segera dimatikan dengan menyemprotkan racun serangga. Singkirkan dengan tanpa menyentuhnya.
9.  Segera beri air mengalir dan sabun pada kulit yang bersentuhan dengan serangga ini.
10. Bersihkan lingkungan rumah, terutama tanaman yang tidak terawat yang ada di sekitar rumah yang bisa menjadi tempat kumbang Paederus.


Obat untuk Tomcat tak Boleh Sembarangan

Selasa, 20 Maret 2012 22:30 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penggunaan salep hydrocortisone tak bisa sembarangan. Meski digadang-gadang sebagai obat untuk mengobati virus Tomcat, namun penggunaan salep ini harus melalu izin dokter ahli.

Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Maura Linda Sitanggang menjelaskan, salep hydrocortisone merupakan salah satu jenis obat generik keras.

Untuk itu, penggunaan salep tersebut tak bisa dibeli secara bebas tanpa resep dokter. "Harus diperiksa dulu oleh dokter, baru bisa beli obat itu dengan resep dokter," ujar Linda pada Republika saat sidak ke apotek-apotek di Jakarta, Selasa (20/3).

Linda menegaskan, bukan kewenangannya untuk menjelaskan mengenai fenomena virus Tomcat yang saat ini ramai dibicarakan. Namun, Linda tak menampik jika hydrocortisone, obat yang dikatakan dapat menyembuhkan Tomcat, merupakan salep untuk menghambat pertumbuhan parasit di kulit.

Namun, sekali lagi Linda menyatakan obat tersebut tak dapat sembarangan dikonsumsi karena merupakan obat keras. "Kalau ada tanda bulatan merah dengan huruf K di tengahnya itu tandanya ini obat keras dan tak bisa dikonsumsi sembarangan," jelasnya.

Virus Tomcat memang sedang ramai dibicarakan. Dari informasi yang beredar di masyarakat penyakit ini disebabkan oleh binatang kecil mirip kalajengking. Jika terkena gigitannya, kulit akan seperti terkena penyakit herpes dan berwarna merah bernanah.

Untuk mengatasinya dari info yang beredar luas di masyarakat, penderita harus segera mencuci bagian yang merah dengan air bersih dan diberi salep hydrocortisone satu persen. Namun menurut Linda, sebaiknya penderita memeriksakannya langsung ke dokter.


Redaktur: Chairul Akhmad
Reporter: Gita Amanda
 
 
 
referensi:
www.republika.com
www.kompas.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Modul Kejang - blok Neuro Psikiatri

 MEKANISME KEJANG
Meskipun mekanisme kejang yang tepat belum diketahui, tampak ada beberapa faktor fisiologi yang menyebabkan perkembangan kejang. Untuk memulai kejang, harus ada kelompok neuron yang mampu menimbulkan ledakan discharge (rabaS) yang berarti dan sistem hambatan GABAergik. Perjalanan discharge (rabas) kejang akhirnya tergantung pada eksitasi sinaps glutamaterik. Bukti Baru-baru ini menunjukkan bahwa eksitasi neurotransmiter asam amino (glutamat, aspartat) dapat memainkan peran dalam menghasilkan eksitasi neuron dengan bekerja pada reseptor sel tertentu. Diketahui bahwa kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron dan bahwa daerah otak ini dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitabel baru yang dapat menimbulkan kejang. Misalnya, lesi pada lobus temporalis termasuk glioma tumbuh lambat, hematoma, gliosis, dan malformasi arteriovenosus menyebabkan kejang. Dan bila jaringan abnormal diambil secara bedah, kejang mungkin berhenti. Lebih lanjut, konvulsi dapat ditimbulkan pada binatang percobaan dengan fenomena membangkitkan. Pada model ini, stimulasi otak subkonvulsif berulang (misal, amigdala) akhirnya menyebabkan konvulsi menyeluruh.
Silk brain implant bantu atasi cedera spinal dan epilepsi
Pembangkitan dapat menyebahkan terjadinya epilepsi pada manusia pasca cedera otak. Pada manusia telah diduga bahwa aktivitas kejang berulang dari lobus temporalis abnormal dapat menimbulkan kejang pada lobus temporalis normal kontralateral dengan pemindahan stimulus melalui korpus kollosum.







Kejang adalah lebih lazim pada bayi dan binatang percobaan imatur. Kejang tertentu pada populasi pediatri adalah spesifik umur (misal spasme infantil), yang menunjukkan bahwa otak yang kurang berkermbang lebih rentan terhadap kejang spesifik daripada anak yang lebih tua atau orang dewasa. Faktor genetik menyebabkan setidaknya 20% dari semua kasus epilepsi. Penggunaan analisis kaitan, lokasi kromosom beberapa epilepsi familial telah dikenali, termasuk konvulsi neonatus benigna (20q). epilepsi mioklonik juvenil (6p0, dan epilepsi mioklonik progresif (21q22.3). Adalah amat mungkin bahwa dalam waktu dekat dasar molekuler epilepsi tambahan, seperti epilepsi rolandik benigna dan kejang-kejang linglung, akan dikenali. Juga diketahui bahwa substansia abu-abu memegang peran integral pada terjadinya kejang menyeluruh. Aktivitas kejang elektrografi menyebar dalam substansia abu-abu, menyebabkan peningkatan pada ambilan 2-deoksiglukosa pada binatang dewasa, tetapi ada sedikit atau tidak ada aktivitas metabolik dalam substansia abu-abu bila binatang imatur mengalami kejang. Telah diduga bahwa imaturitas fungsional substansia abu-abu dapat memainkan peran pada peningkatan kerentanan kejang otot imatur. Lagipula. neuron pars retikulata substansia abu-abu (subtantia nigra pars reticulata (SNR) sensitif-asam gama aminobutirat (GABA) memainkan peran pada pencegahan kejang. Agaknya bahwa saluran aliran keluar substansia abu-abu mengatur dan memodulasi penyebaran kejang tetapi tidak menyebabkan mulainya kejang. Penelitian tambahan mungkin akan memlokuskan pada penyebab hipereksitabilitas neuron, mekanisme hambatan tambahan, pencairan mekanisme non-sinapsis perambatan kejang dan kelainan reseptor GABA.







Kejang Demam
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na, dan elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Perbedaan potensial membran sel neuron disebabkan oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi, aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius.
Klasifikasi Kejang Demam
Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua :
1. Kejang demam sederhana
Diagnosisnya :
- Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
- Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
- Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
- Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
- Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
- Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan
2. Epilepsi yang diprovokasi demam
Diagnosisnya :
- Kejang lama dan bersifat lokal
- Umur lebih dari 6 tahun
- Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun
- EEG setelah tidak demam abnormal
Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu :
1. Kejang demam kompleks
Diagnosisnya :
- Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
- Kejang berlangsung lebih dari 15 menit
- Kejang bersifat fokal/multipel
- Didapatkan kelainan neurologis
- EEG abnormal
- Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun
- Temperatur kurang dari 39 derajat celcius
2. Kejang demam sederhana
Diagnosisnya :
- Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun
- Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat
- Kejang bersifat umum (tonik/klonik)
- Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang
- Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun
- Temperatur lebih dari 39 derajat celcius
3. Kejang demam berulang
Diagnosisnya :
- Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam
(Soetomenggolo, 1995)
Manifestasi klinik
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak member reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam yang pertama (Soetomenggolo, 1995).
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.
Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik neurologi berupa hemiplegi, diplegi (Goodridge, 1987; Soetomenggolo, 1989). Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan gelombang tajam (Soetomenggolo, 1989). Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostic, walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari (Soetomenggolo, 1995).
Diagnosis
Diagnosis kejang tidak selalu mudah. Ensefalopati tanpa sebab yang jelas kadang memberi gejala kejang yang hebat. Sinkop atau kejang sebagai refleksi anoksia juga dapat terpacu oleh demam. Demam menggigil pada bayi juga dapat keliru dengan kejang demam. Sering orang tua menyangka anak gemetar karena suhu yang tinggi sebagai kejang.
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda menurut kriteria Livingstone sebagai berikut :
1. Umur anak kejang pertama antara 6 bulan sampai 4 tahun
2. Kejang terjadi dalam 16 jam pertama setelah mulai panas.
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang berlangsung tak lebih dari 15 menit
5. Frekuensi bangkitan tak lebih dari 4 kali dalam setahun
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukkan kelainan
7. Tidak didapatkan kelainan neurologic
(Pedoman tatalaksana medik anak RSUP DR. SARDJITO, 1991)
Diferensial Diagnosa
Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena kelainan lain, misalnya radang selaput otak (meningitis), radang otak (ensefalitis), dan abses otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui fungsi lumbal (Lumbatobing, 1995).
Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Pengobatan penunjang
- Memberikan pengobatan rumat
- Mencari dan mengobati penyebab
- Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
- Pengobatan akut
A. Mengatasi kejang secepat mungkin
Sebagai orang tua jika mengetahui seorang kejang demam, tindakan yang perlu kita lakukan secepat mungkin adalah semua pakaian yang ketat dibuka. Kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin. Dan bisa juga diberikan sesuatu benda yang bisa digigit seperti kain, sendok balut kain yang berguna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan nafas. Bila suhu penderita meninggi, dapat dilakukan kompres dengan es/alkohol atau dapat juga diberi obat penurun panas/antipiretik.
B. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan di rumah, tanda vital seperti suhu, tekanan darah, pernafasan dan denyut jantung diawasi secara ketat. Bila suhu penderita tinggi dilakukan dengan kompres es atau alkohol. Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara per rectal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya (Lumbantobing, SM, 1995). Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
C. Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
1. Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam sederhana diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak yang bila menderita demam lagi. Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari yang mempunyai efek samping paling sedikit dibandingkan dengan obat antikonvulsan lainnya.
Obat yang kini ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal maupun oral pada waktu anak mulai terasa panas.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
2. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
a. Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
b. Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pancreatitis.
c. Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
D. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut.
Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis.
Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.
E. Mencegah Terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
Dalam hal ini tindakan yang perlu ialah mencari penyebab kejang demam tersebut. Misalnya pemberian antibiotik yang sesuai untuk infeksi. Untuk mencegah agar kejang tidak berulang kembali dapat menimbulkan panas pada anak sebaiknya diberi antikonvulsan atau menjaga anak agar tidak sampai kelelahan, karena hal tersebut dapat terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut.
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah karena serangan kejang merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila kejang berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan otak yang menetap (cacat).
Ada 3 upaya yang dapat dilakukan :
1. Profilaksis intermitten
2. Profilaksis terus menerus dengan obat antikonvulsan tiap hari
3. Mengatasi segera jika terjadi serangan kejang
F. Pengobatan Akut
Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :
1. Segera menghilangkan kejang
2. Turunkan panas
3. Pengobatan terhadap panas
4. Suportif
Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB secara IV perlahan-lahan selama 5 menit.
Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:
1. Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu dilepaskan
2. Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma. Cegah trauma pada bibir dan lidah dengan pemberian spatel lidah atau sapu tangan diantara gigi
3. Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena hipoksia
4. Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika (asetaminofen/parasetamol) atau dapat diberikan kompres es
5. Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan antibiotic yang sesuai
6. Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan kortikosteroid untuk mencegah oedem otak dengan menggunakan cortisone 20-30 mg/kgBB atau dexametason 0,5-0,6 mg/kgBB

Daftar Pustaka
1. Schweich PJ, Zempsky WT. Selected topic in emergency medicine.
Dalam: McMilan JA, DeAngelis CD, Feigen RD, Warshaw JB, Ed. Oski’s
pediatrics. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins, 1999, h, 566-89.
2. Roth HI, Drislane FW. Seizures. Neurol Clin 1998; 16:257-84.
3. Smith DF, Appleton RE, MacKenzie JM, Chadwick DW. An Atlas of
epilepsy. Edisi ke-1. New York: The Parthenon Publishing Group, 1998.
h. 15-23.
4. Westbrook GL. Seizures and epilepsy. Dalam: Kandel ER, Scwartz JH,
Jessel TM, ed. Principal of neural science. New York: MCGraw-Hill,
2000. h. 940-55.
5. Najm I, Ying Z, Janigro D. Mechanisms of epileptogenesis. Neurol Clin
North Am 2001; 19:237-50.
6. Hanhan UA, Fiallos MR, Orlowski JP. Status epilepticus. Pediatr Clin
North Am 2001;48:683-94.
7. Commission on Classification and Terminology of the International
League Against Epilepsy. Proposal for revised clinical and
electroencephalographic classification of epileptic seizures. Epilepsia
1981; 22:489-501.
8. Bradford JC, Kyriakedes CG. Evidence based emergency medicine;
Evaluatin and diagnostic testing evaluation of the patient with seizures; An
evidence based approach. Em Med Clin North Am 1999; 20:285-9.
9. Appleton PR, Choonara I, Marland T, Phillips B, Scott R, Whitehouse W.
The treatment of convulsive status epilepticus in children. Arch Dis Child
2000; 83:415-19.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Beberapa penyakit Skenario reproduksi


Urethritis
Uretritis adalah peradangan uretra oleh sebab apapun dan jauh lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Paling sering disebabkan oleh infeksi, walaupun juga dapat ditimbulkan oleh reaksi alergi terhadap berbagai zat misalnya lateks dan losion (Prince, 2006).
Infeksi uretritis diklasifikasikan sebagai gonokok atau nongonokok (NGU), bergantung pada organism penyebabnya. Organisme yang paling sering adalah N. gonorrhoeae, C. trachomatis, Ureaplasma urealyticum, T. vaginalis, virus herpes simpleks (tipe 1 maupun 2), dan HPV. Organism tersebut kebanyakan ditularkan melalui aktivitas seksual. Tanda-tanda dan gejala-gejala yang klasik adalah secret uretra; peradangan meatus; rasa terbakar, gatal, urgensi, atau sering berkemih (Wilson & Hillegas, 2006).
Infeksi UNG kurang invasif dan gejalanya lebih ringan daripada uretritis gonokokus. Individu mungkin asimtomatik atau mengalami disuria ringan dan sekret. Semua pasien yang berisiko uretritis harus diperiksa untuk infeksi gonokokus dan klamidia dan mereka diberi terapi presumtif. Apabila gejala tidak hilang dengan pengobatan, maka harus dilakukan penelitian terhadap penyebab lain yang lebih jarang (Prince, 2006).
Uretritis akut paling banyak ditemukan pada pria dengan gonorea. Sekretnya purulen, dan berbau busuk. Periode inkubasi untuk gonorea adalah 2 hingga 6 hari. NGU dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan uretritis gonokokus, yaitu secret uretra, disuria, dan gatal, namun tidak separah pada infeksi gonokokus. Periode inkubasi untuk NGU biasanya 1 hingga 5 minggu (Wilson & Hillegas, 2006).
Syphilis
Definisi
Sifilis adalah infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri berbentuk spiral, Treponema pallidum. Kecuali penularan neonatus, sifilis hampir selalu ditularkan melalui kontak seksual dengan pasangan yang terinfeksi; namun spiroketaT. pallidum dapat menembus sawar plasenta dan menginfeksi neonates (Prince, 2006).
Klasifikasi
Pembagian sifilis secara klinis ialah sifilis congenital dan sifilis didapat. Sifilis didapat dibagi sebagai berikut, sifilis stadium I, II, III sesuai dengan gejala-gejalanya, sifilis kardiovaskular, dan sifilis pada otak dan saraf. Sifilis laten adalah keadaan yang secara klinis tidak ada tanda/gejala kecuali tes serologic yang positif dan meyakinkan. Sifilis late nada yang dini ialah pada sifilis stadium I dan II dan eksaserbasi. Laten yang lanjut adalah masa antara stadium II dan stadium III dan antara stadium III dan IV (Natahusada, 1993).
Patogenesis
Treponema pallidum dapat masuk ke tubuh calon penderita melalui selaput lendir yang utuh atau kulit dengan lesi, kemudian masuk ke peredaran darah dan semua organ dalam tubuh. Infeksinya bersifat sistemik dan manifestasinya akan tampak kemudian (Natahusada, 1993).
Gejala dan Tanda (Prince, 2006):
1. Sifilis primer. Papul kecil soliter di tempat invasi, timbul dalam 10-90 hari setelah terpajan. Kemudian dalam satu sampai beberapa minggu berkembang menjadi ulkus merah, indolen (tidak nyeri), dan berbatas tegas yang disebut chancre dan dipenuhi oleh spirokaeta, bersifat menular, berukuran beragam sampai lebih dari 2 cm. chancre dapat ditemukan dimana saja tetapi paling sering di penis, anus, dan rectum pada laki-laki, dan vulva, perineum, dan serviks pada perempuan. Pada sifilis primer sering dijumpai limfadenopati indolen yang ipsilateral terhadap chancre. Chancre ekstragenital paling sering ditemukan di rongga mulut, jari tangan, dan payudara, dan sembuh spontan dalam 4-6 minggu.
2. Sifilis sekunder. 2-6 bulan setelah terpajan, spirokaeta menyebar hematogen ke seluruh tubuh, menyerang berbagai system seperti kulit, limfe, saluran cerna, tulang, ginjal, mata, SSP; kemudian menimbulkan berbagai gejala sistemik. Tanda tersering adalah ruam kulit makulopapuler, dengan lesi simetrik, tidak gatal, dan mungkin meluas; lesi di telapak tangan dan kaki merupakan gambaran yang paling khas. Lesi menular dan dapat menimbulkan penyakit melalui kontak. Gejala lain adalah limfadenopati, uveiritis, malese, demam ringan, nyeri kepala, anoreksia, penurunan berat badan, alopesia, serta nyeri tulang.
3. Sifiilis tersier. Dalam beberapa tahun hingga decade, dapat timbul 3 bentuk sifilis tersier: sifilis tersier jinak pada kulit, tulang, dan viscera; sifilis kardiovaskular; dan neurosifilis. Sifilis tersier jinak ditandai timbulnya guma, yaitu massa nodular kecil jaringan granulasi dengan bagian tengah mengalami nekrosis dikelilingi oleh sedikit peradangan, timbul di mana saja, termasuk kulit, tulang, selaput lendir, mata, viscera, dan SSP. Terdapat 3 bentuk sifilis kardiovaskular simtomatik: insufisiensi katup aorta, aneurisma aorta, dan stenosis ostium koroner. Neurosifilis pada dasarnya adalah suatu meningitis kronik yang mulanya mungkin asimtomatik. Kategori utama neurosifilis simtomatik adalah sifilis meningen, sifilis meningovaskular, dan sifilis parenkimatosa (yang mencakup paresis generalisata dan tabes dorsalis).
4. Sifilis congenital. Simtomatik dalam banyak hal, analog dengan sifilis stadium sekunder. Gejala dan tanda adalah sumbatan hidung, bercak pada mukosa, serta ruam makulopapular dan kondiloma lata, lesi di tulang pada pemeriksaan radiologi, dan apabila infeksinya parah dapat terjadi kelainan viscera, SSP, dan hematologic. Manifestasi sifilis congenital lanjut adalah keratitis interstisium, gigi Hutchinson (incisivus lateral runcing, incisivus sentral bertakik), tuli, osteitis, deformitas tulang, guma, dan neurosifilis.
Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap terhadap eksudat dari chancre primer dan lesi mukolitis pada sifilis sekunder serta uji antibody fluoresen langsung. Namun, uji serologic lebih mudah, ekonomis, dan paling sering dilakukan (Prince, 2006).
Terapi
Penisilin G parenteral, dosis dan lama pemberian tergantung stadium dan manifestasi klinis penyakit. Selain itu penisilin G juga terbukti manjur untuk neurosifilis atau untuk sifilis pada kehamilan (Prince, 2006).
Gonore
Definisi
Gonore dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae. (Daili, 1993).
Patogenesis
Bakteri Neisseria gonorrhoeae melekat dan menghancurkan membrane sel epitel yang melapisi selaput lendir, terutama epitel yang melapisi kanalis endoserviks dan uretra. Infeksi ekstragenital di faring, anus, dan rectum dapat dijumpai pada kedua jenis kelamin. Untuk dapat menular, harus terjadi kontak langsung mukosa dengan mukosa (Prince, 2006).
Pada umumnya, penularannya melalui hubungan kelamin, yaitu secara genitor-genital, oro-genital, dan ano-genital. Tetapi disamping itu dapat juga terjadi secara manual melalui alat-alat, pakaian, handuk, thermometer, dan sebagainya. Oleh karena itu, secara garis besar dikenal gonore genital dan gonore ekstra genital (Daili, 1993).
Gejala & Tanda
Respons peradangan yang cepat disertai destruksi sel menyebabkan keluarnya secret purulen kuning-kehijauan khas dari uretra pada pria dan dari ostium serviks pada perempuan. Gejala dan tanda pada laki-laki dapat muncul sedini mungkin dengan pajanan dan mulai dengan uretritis, diikuti oleh secret purulen, disuria, dan seing berkemih serta malase. Pada perempuan, gejala dan tanda timbul dalam 7 sampai 21 hari, dimulai dengan secret vagina. Pada pemeriksaan, serviks yang terinfeksi tampak edematosa dan rapuh dengan drainase mukopurulen dari ostium. Tempat penyebaran tersering pada perempuan adalah ke uretra, dengan gejala uretritis, disuria, dan sering berkemih serta ke kelenjar Bartholin dan Skene yang menyebabkan pembengkakan dan nyeri (Prince, 2006).
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan pembantu yang terdiri atas 5 tahapan (Daili, 1993):
a. Sediaan langsung
Dengan pewarnaan gram akan ditemukan gonokok negative-gram, intraseluler dan ekstraseluler. Bahan duh tubuh pada pria diambil dari fosa navicularis, sedangkan pada wanita diambil dari uretra, muara kelenjar Bartholin, serviks, dan rectum.
b. Kultur
Untuk identifikasi perlu dilakukan pembiakan (kultur). Dua macam media yang dapat digunakan adalah media transport dan media pertumbuhan.
c. Tes definitive
1. Tes oksidasi
Semua Neisseria member reaksi positif pada reagen oksidasi dengan perubahan warna koloni yang semula bening berubah menjadi merah muda sampai merah lembayung.
2. Tes fermentasi
Menggunakan glukosa, maltose, dan sukrosa. Kuman gonokok hanya meragi glukosa.
d. Tes beta-laktamase
Perubahan warna dari kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta-laktamase.
e. Tes Thomson
berguna untuk mengetahui sampai di mana infeksi sudah berlangsung.
Limfogranuloma venerium (LGV)
LGV adalah penyakit venerik yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, efek primer biasanya cepat hilang, bentuk yang tersering adalah sindrom inguinal. Sindrom tersebut berupa limfadenitis dan periadenitis beberapa kelenjar getah bening inguinal medial dengan kelima tanda radang akut dan disertai gejala konstitusi, kemudian akan mengalami perlunakan yang tak serentak (Djuanda, 1993).
Gejala konstitusi sebelum penyakitnya mulai dan biasanya menetap selama sindrom inguinal. Gejala tersebut berupa malaise, nyeri kepala, artralgia, anoreksia, nausea, dan demam. Gambaran klinisnya dapat dibagi menjadi bentuk dini, yang terdiri atas efek primer serta sindrom inguinal, dan bentuk lanjut satu tahun hingga beberapa tahun (Djuanda, 1993).
Pada gambaran darah tepi biasanya leukosit normal, sedangkan LED meninggi. Peninggian ini menunjukkan keaktifan penyakit, jadi tak khas untuk LGV, lebih berarti untuk menilai penyembuhan, jika menyembuh LED akan menurun. Sering terjadi hiperproteinemia berupa peninggian globulin, sedangkan albumin normal atau menurun, sehingga perbandingan albumin-globulin menjadi terbalik. Immunoglobulin yang meninggi adalah IgA dan tetap meninggi selama penyakit masih aktif, sehingga bersama-sama dengan LED menunjukkan keaktifan penyakit (Djuanda, 1993).
PEMBAHASAN
Nyeri saat buang air kecil terjadi karena terjadi kontak lesi dengan urin. Inflamasi pada glans penis dan tanda ekskoriasi merupakan vesikel-vesikel herpes yang sudah pecah, kemungkinan akibat digaruk oleh pasien sendiri, karena itu mengeluarkan discharge warna abu-abu.
Lesi yang terasa nyeri dapat menyingkirkan diagnosis syphilis dan condyloma, LGV, dan chancroid. Gonore menunjukkan gejala uretritis dengan discharge yang keluar dari uretra, sedangkan pada pasien discharge berada disekitar lesi.
Pemeriksaan STS dan anti HSV-2 dilakukan untuk memastikan diagnosis, karena gejala klinis mengarah kepada adanya kemungkinan penyakit Syphilis dan Herpes Genitalis. Sakit serupa yang pernah dialami dan adanya riwayat pasangan yang mempunyai gejala serupa semakin memperkuat dugaan bahwa penyakit yang ada ditularkan melalui hubungan seksual. Pasien tidak akan mandul akibat penyakit yang diderita tersebut (herpes genitalis), namun penyakit ini dapat menginfeksi calon bayi yang akan lahir bila istrinya mengalami rekurensi penyakit ini saat sedang hamil.
DAFTAR PUSTAKA
Bremnor, Judy D. Sadovsky, Richard. 2002. Evaluation of Dysuria in Adults. Akses 07 Mei 2010, dihttp://www.aafp.org/afp/2002/0415/p1589.pdf
Chin, James. 2000. Alih bahasa oleh Kandun, I Nyoman. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Akses 07 Mei 2010, di http://nyomankandun.tripod.com/sitebuildercontent/sitebuilderfiles/manual_p2m.pdf
Daili, Sjaiful Fahmi. 1993. Gonore dalam Djuanda, Adhi. Djuanda, Suria. Hamzah, Mochtar. Aisah, Siti. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kedua. Jakarta: FKUI.
Djuanda, Adhi. 1993. Limfogranuloma Venerum dalam Djuanda, Adhi. Djuanda, Suria. Hamzah, Mochtar. Aisah, Siti.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kedua. Jakarta: FKUI.
DiCarlo, Richard. Martin, David H. 1997. The Clinical Diagnosis of Genital Ulcer Disease in Men. Akses 6 Mei 2010 dihttp://www.hawaii.edu/hivandaids/The%20Clinical%20Diagnosis%20of%20Genital%20Ulcer%20Disease%20in%20Men.pdf
Handoko, Ronny P. 1993. Herpes Simpleks dalam Djuanda, Adhi. Djuanda, Suria. Hamzah, Mochtar. Aisah, Siti. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kedua. Jakarta: FKUI.
Natahusada, E.C. 1993. Sifilis dalam Djuanda, Adhi. Djuanda, Suria. Hamzah, Mochtar. Aisah, Siti. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kedua. Jakarta: FKUI.
Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV Sagung.
Prince, Nancy A. 2006. Infeksi Saluran Genital dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.
Soedarmadi. Suyoto. 1974. STS dan Masalah Diagnose Syphilis. Akses 07 Mei 2010 di http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=5385
Wilson, Lorraine M. Hillegas, Kathleen B. 2006. Gangguan Sistem Reproduksi Laki-Laki dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Inflamasi pada glans penis, lecet (ekskoriasi) pada glans penis, OUE, dan batang penis, duh tubuh homogen abu-abu


Balanitis
Balanitis adalah peradangan glans; balanopostitis adalah peradangan glans dan prepusium pada pria yang tidak disirkumsisi. Peradangan dapat disebabkan oleh gonore, trikomoniasis, sifilis, candida albicans, tinea, atau organism coliform; dapat pula sebagai komplikasi dari dermatitis seperti psoriasis; atau dermatitis kontak akibat celana, pemakaian kondom, dan jeli kontrasepsi (Wilson & Hillegas, 2006).
Gejala dan tanda adalah iritasi, nyeri, dan secret dengan bau yang tidak sedap; edema dapat mengakibatkan limfosis. Ulserasi dapat terjadi, mengakibatkan pembesaran dan nyeri pada kelenjar limfe inguinalis. Identifikasi organism peyebab melalui pembiakan secret, dan pengobatan meliputi irigasi dengan larutan salin beberapa kali sehari dan antibiotic. Sirkumsisi dapat dipertimbangkan jika fimosis timbul setelah nyeri mereda (Wilson & Hillegas, 2006).
Lecet pada glans penis, OUE dan batang penis
Tampilan fisik dari ulkus genital pada 446 pria menurut penelitian yang dilakukan DiCarlo dan Martin, diukur dan disesuaikan dengan skala kuantitatif. 220 orang diantaranya didiagnosis dengan infeksi mikroba tunggal. 45 orang mengalami syphilis, 118 orang mengalami chanchroid, dan 57 orang mengalami herpes genitalis. Pada syphilis, ulkus bersifat tidak nyeri, keras, dan bersih. Pada ulkus chancroid bersifat dalam, rapuh di bagian bawah, dan purulen. Sementara pada herpes genitalis, ulkus bersifat multiple, dangkal dan lunak (DiCarlo & Martin, 1997).
Pendekatan diagnostic yang disarankan pada pasien dengan ulkus atau discharge genital adalah sebagai berikut (Hee et.al, 2009):
A. Riwayat Pasien
1. Riwayat lesi: tampilan awal (adanya vesikel), durasi munculnya lesi, adanya gejala urethritis, atau gejala sistemik lain, penggunaan obat topical atau sistemik, riwayat gejala serupa sebelumnya atau pasangan dengan gejala yang serupa.
2. Riwayat kesehatan: status HIV, kondisi kulit, alergi obat-obatan, dan penggunaan obat.
3. Riwayat seksual: orientasi pasangan seksual, jumlah pasangan, tempat, paparan dengan PSK, pasangan dengan gejala serupa, pasangan dengan HSV atau syphilis.
4. Riwayat perjalanan: daerah endemis.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Lesi: tampilan, distribusi, jumlah, ukuran, indurasi, kedalaman, dan lunak.
2. Pemeriksaan genital: mencari adanya lesi lainnya.
3. Limfonodi: memperhatikan jumlah dan lokasi pembesaran limfonodi, ukuran, konsistensi, adanya bubo.
4. Pemeriksaan umum: pemeriksaan cavum oris dan kulit tubuh, palmar, dan plantar. Pada pasien syphilis, hal ini termasuk pemeriksaan system cardiovascular dan neurologi.
Diagnosis yang hanya didasarkan pada riwayat medis dan pemeriksaan fisik mungkin tidak akurat. Idealnya, semua pasien yang mempunyai keluhan ulkus genitalis harus dievaluasi dengan tes serologi untuk syphilis dan evaluasi diagnostic untuk herpes genital. Jika diduga adanya chancroid, pasien harus dirujuk ke dokter spesialis untuk evaluasi dan tes untuk Haemophilus ducreyi (Hee et.al, 2009).
Genital discharge
Pasien yang menunjukkan adanya discharge genital sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan screening terhadap HIV dan syphilis. Urethritis adalah penyebab yang paling umum dari genital discharge pada pria (Hee et.al, 2009).
Gejala klinis urethritis termasuk discharge, disuria, dan rasa gatal yang tidak nyaman yang timbul pada intra-urethral. Kuantitas discharge bervariasi, dan dapat menjadi kontinu atau intermiten. Warna dan konsistensi dari discharge bervariasi dari jernih, mukoid, putih, mukopurulen, hingga sangat purulen. Adanya discharge uretral hampir selalu mengindikasikan adanya infeksi uretra. Disuria pada orang yang aktif secara seksual dari remaja hingga separuh baya sering mengindikasikan infeksi uretra, dimana pada pria yang lebih tua infeksi saluran kemih menjadi diagnosis yang lebih sering. Walaupun infeksi uretra yang ditularkan melalui hubungan seksual mungkin dapat menjadi asimtomatik (Hee et.al, 2009).
Pendekatan diagnostic yang disarankan untuk pasien dengan genital discharge (Hee et.al, 2009):
A. Riwayat pasien
1. Riwayat discharge: onset, durasi, warna, bau, kaitan dengan miksi, disuria, gatal, kemerahan, kronisitas, kaitan dengan tempat (uretra, vagina, pharynx, rectum, mata), gejala sistemik lain (demam, nyeri sendi, gangguan penglihatan), penggunaan obat-obat topical atau sistemik, riwayat gejala serupa atau pasangan dengan gejala serupa.
2. Riwayat kesehatan: diabetes, status HIV, alergi obat, penggunaan obat, riwayat menstruasi, riwayat kehamilan.
3. Riwayat seksual: pasangan, jumlah, tempat, paparan PSK, pasangan dengan gejala dan tanda yang serupa, pasangan dengan diagnosis genital discharge yang sudah diketahui.
4. Riwayat perjalanan: daerah endemis.
B. Pemeriksaan fisik
1. Lesi: tampilan dan karakteristik discharge, konsistensi, bau.
2. Pemeriksaan genital: genitalia eksterna dan area perianal untuk inflamasi dan lesi lainnya.
3. Limfonodi: mencatat jumlah dan lokasi pembesaran, konsistensi.
4. Pemeriksaan umum: cavum oris, mata. Pada pria, pemeriksaan hati-hati dilakukan pada penis, retraksi preputium, inspeksi meatus untuk adanya inflamasi, dan discharge uretral. Jika tidak terlihat discharge, uretra dengan lembut ditekan untuk mengetahui adanya discharge yang belum keluar atau tidak.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Disuria


Disuria
Disuria adalah perasaan nyeri saat kencing. Hal ini disebabkan karena adanya iritasi pada buli-buli (Purnomo, 2000).
Beberapa penyebab tersering dari disuria (Bremnor & Sadovsky, 2002):
1. Infeksi, misalnya pyelonephritis, cystitis, prostatitis, urethritis, cervicitis, epididymo-orchitis, vulvovaginitis.
2. Kondisi Hormonal, misalnya hypoestrogenism, endometriosis.
3. Malformasi, misalnya obstruksi leher vesica urinaria (misalnya benign prostatic hyperplasia), urethral strictures atau diverticula.
4. Neoplasma, misalnya tumor sel renal, vesica urinaria, prostat, vagina/vulva, dan kanker penis.
5. Peradangan, misalnya spondyloarthropathies, efek samping obat, penyakit autoimun.
6. Trauma, misalnya karena pemasangan kateter, “honeymoon” cystitis
7. Kondisi psychogenic, misalnya somatization disorder, major depression, stress atau anxietas, hysteris.
Disuria lebih umum dijumpai pada wanita muda, mungkin karena aktivitas seksual yang lebih tinggi. Pria yang lebih tua lebih umum menderita disuria karena meningkatnya insiden benigna prostat hyperplasia (BPH) yang disertai dengan inflamasi dan infeksi. Pada kebanyakan pasien, urinalisis dapat membantu menentukan adanya infeksi dan memastikan diagnosis. Organisme coliform, terutama Escherichia coli, adalah pathogen yang paling umum dalam infeksi traktus urinarius. Disuria dapat juga disebabkan oleh inflamasi non-infeksius atau trauma, neoplasma, calculi, hipoesterogenisme, cystitis interstisial, atau penyakit psychogenic. Walaupun radiografi dan bentuk imaging lain sangat jarang diperlukan, pemeriksaan ini mungkin dapat mengidentifikasi abnormalitas dalam traktus urinarius bagian atas ketika gejala klinisnya menjadi lebih kompleks (Bremnor & Sadovsky, 2002).
Disuria lebih sering mengindikasikan adanya infeksi atau inflamasi dari vasica urinaria dan atau urethra. Penyebab umum lain dari disuria termasuk prostatitis dan iritasi mekanis dari urethra pada pria, dan urethrotrigonitis dan vaginitis pada wanita. Prevalensi tertinggi dari gejala ini muncul pada wanita 25-54 tahun dan orang yang aktif secara seksual. Pada pria, disuria dan gejala yang berhubungan mencapai prevalensi tertinggi sejalan dengan usia yang bertambah (Bremnor & Sadovsky, 2002).
Penyebab disuria
Infeksi dan Inflamasi
Infeksi adalah penyebab paling umum dari disuria dan muncul sebagai cystitis, pyelonefritis, oriurethritis, tergantung dimana area di traktus urogenital yang paling terkena. Struktur kosong atau tubuler dari system urinarius rentan terhadap infeksi bakteri coliform. Bakteri ini diduga memperoleh akses ke meatus uretra lewat aktivitas seksual atau kontaminasi local kemudian bergerak naik ke daerah yang terkena (Bremnor & Sadovsky, 2002).
Sebuah studi komunitas menemukan fakta bahwa sekitar dua pertiga infeksi traktus urinarius terbukti disebabkan oleh E. coli. Penyebab lain yang kurang umum termasuk Staphylococcus saprophyticus (15%), Proteus mirabilis (10%),Staphyloccus aureus (5%), Enterococcus sp. (3%), dan Klebsiella sp. (3%) (Bremnor & Sadovsky, 2002).
Urethra lebih umum terinfeksi oleh organism seperti Neisseria gonorrhoeae atau Chlamidia trachomatis. Pathogen lain termasuk Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma genitalium, Trichomonas vaginalis, dan HSV. Infeksi yang jarang mengakibatkan disuria termasuk adenovirus, herpesvirus, mumps virus, dan parasti tropis Schistosoma haematobium (Bremnor & Sadovsky, 2002).
Noninfeksius
Disuria dapat disebabkan oleh inflamasi dari mukosa urethra yang menggembung tanpa lapisan infeksi. Pada kedua jenis kelamin, disuria mungkin menjadi bagian dari manifestasi klinis dari calculus renalis atau neoplasma pada vesica urinaria dan traktus urinarius (Bremnor & Sadovsky, 2002).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS