Powered by Blogger.
RSS

Modul Kejang - blok Neuro Psikiatri

 MEKANISME KEJANG
Meskipun mekanisme kejang yang tepat belum diketahui, tampak ada beberapa faktor fisiologi yang menyebabkan perkembangan kejang. Untuk memulai kejang, harus ada kelompok neuron yang mampu menimbulkan ledakan discharge (rabaS) yang berarti dan sistem hambatan GABAergik. Perjalanan discharge (rabas) kejang akhirnya tergantung pada eksitasi sinaps glutamaterik. Bukti Baru-baru ini menunjukkan bahwa eksitasi neurotransmiter asam amino (glutamat, aspartat) dapat memainkan peran dalam menghasilkan eksitasi neuron dengan bekerja pada reseptor sel tertentu. Diketahui bahwa kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron dan bahwa daerah otak ini dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitabel baru yang dapat menimbulkan kejang. Misalnya, lesi pada lobus temporalis termasuk glioma tumbuh lambat, hematoma, gliosis, dan malformasi arteriovenosus menyebabkan kejang. Dan bila jaringan abnormal diambil secara bedah, kejang mungkin berhenti. Lebih lanjut, konvulsi dapat ditimbulkan pada binatang percobaan dengan fenomena membangkitkan. Pada model ini, stimulasi otak subkonvulsif berulang (misal, amigdala) akhirnya menyebabkan konvulsi menyeluruh.
Silk brain implant bantu atasi cedera spinal dan epilepsi
Pembangkitan dapat menyebahkan terjadinya epilepsi pada manusia pasca cedera otak. Pada manusia telah diduga bahwa aktivitas kejang berulang dari lobus temporalis abnormal dapat menimbulkan kejang pada lobus temporalis normal kontralateral dengan pemindahan stimulus melalui korpus kollosum.







Kejang adalah lebih lazim pada bayi dan binatang percobaan imatur. Kejang tertentu pada populasi pediatri adalah spesifik umur (misal spasme infantil), yang menunjukkan bahwa otak yang kurang berkermbang lebih rentan terhadap kejang spesifik daripada anak yang lebih tua atau orang dewasa. Faktor genetik menyebabkan setidaknya 20% dari semua kasus epilepsi. Penggunaan analisis kaitan, lokasi kromosom beberapa epilepsi familial telah dikenali, termasuk konvulsi neonatus benigna (20q). epilepsi mioklonik juvenil (6p0, dan epilepsi mioklonik progresif (21q22.3). Adalah amat mungkin bahwa dalam waktu dekat dasar molekuler epilepsi tambahan, seperti epilepsi rolandik benigna dan kejang-kejang linglung, akan dikenali. Juga diketahui bahwa substansia abu-abu memegang peran integral pada terjadinya kejang menyeluruh. Aktivitas kejang elektrografi menyebar dalam substansia abu-abu, menyebabkan peningkatan pada ambilan 2-deoksiglukosa pada binatang dewasa, tetapi ada sedikit atau tidak ada aktivitas metabolik dalam substansia abu-abu bila binatang imatur mengalami kejang. Telah diduga bahwa imaturitas fungsional substansia abu-abu dapat memainkan peran pada peningkatan kerentanan kejang otot imatur. Lagipula. neuron pars retikulata substansia abu-abu (subtantia nigra pars reticulata (SNR) sensitif-asam gama aminobutirat (GABA) memainkan peran pada pencegahan kejang. Agaknya bahwa saluran aliran keluar substansia abu-abu mengatur dan memodulasi penyebaran kejang tetapi tidak menyebabkan mulainya kejang. Penelitian tambahan mungkin akan memlokuskan pada penyebab hipereksitabilitas neuron, mekanisme hambatan tambahan, pencairan mekanisme non-sinapsis perambatan kejang dan kelainan reseptor GABA.







Kejang Demam
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na, dan elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Perbedaan potensial membran sel neuron disebabkan oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi, aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius.
Klasifikasi Kejang Demam
Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua :
1. Kejang demam sederhana
Diagnosisnya :
- Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
- Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
- Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
- Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
- Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
- Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan
2. Epilepsi yang diprovokasi demam
Diagnosisnya :
- Kejang lama dan bersifat lokal
- Umur lebih dari 6 tahun
- Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun
- EEG setelah tidak demam abnormal
Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu :
1. Kejang demam kompleks
Diagnosisnya :
- Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
- Kejang berlangsung lebih dari 15 menit
- Kejang bersifat fokal/multipel
- Didapatkan kelainan neurologis
- EEG abnormal
- Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun
- Temperatur kurang dari 39 derajat celcius
2. Kejang demam sederhana
Diagnosisnya :
- Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun
- Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat
- Kejang bersifat umum (tonik/klonik)
- Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang
- Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun
- Temperatur lebih dari 39 derajat celcius
3. Kejang demam berulang
Diagnosisnya :
- Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam
(Soetomenggolo, 1995)
Manifestasi klinik
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak member reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam yang pertama (Soetomenggolo, 1995).
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.
Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik neurologi berupa hemiplegi, diplegi (Goodridge, 1987; Soetomenggolo, 1989). Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan gelombang tajam (Soetomenggolo, 1989). Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostic, walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari (Soetomenggolo, 1995).
Diagnosis
Diagnosis kejang tidak selalu mudah. Ensefalopati tanpa sebab yang jelas kadang memberi gejala kejang yang hebat. Sinkop atau kejang sebagai refleksi anoksia juga dapat terpacu oleh demam. Demam menggigil pada bayi juga dapat keliru dengan kejang demam. Sering orang tua menyangka anak gemetar karena suhu yang tinggi sebagai kejang.
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda menurut kriteria Livingstone sebagai berikut :
1. Umur anak kejang pertama antara 6 bulan sampai 4 tahun
2. Kejang terjadi dalam 16 jam pertama setelah mulai panas.
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang berlangsung tak lebih dari 15 menit
5. Frekuensi bangkitan tak lebih dari 4 kali dalam setahun
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukkan kelainan
7. Tidak didapatkan kelainan neurologic
(Pedoman tatalaksana medik anak RSUP DR. SARDJITO, 1991)
Diferensial Diagnosa
Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena kelainan lain, misalnya radang selaput otak (meningitis), radang otak (ensefalitis), dan abses otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui fungsi lumbal (Lumbatobing, 1995).
Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Pengobatan penunjang
- Memberikan pengobatan rumat
- Mencari dan mengobati penyebab
- Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
- Pengobatan akut
A. Mengatasi kejang secepat mungkin
Sebagai orang tua jika mengetahui seorang kejang demam, tindakan yang perlu kita lakukan secepat mungkin adalah semua pakaian yang ketat dibuka. Kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin. Dan bisa juga diberikan sesuatu benda yang bisa digigit seperti kain, sendok balut kain yang berguna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan nafas. Bila suhu penderita meninggi, dapat dilakukan kompres dengan es/alkohol atau dapat juga diberi obat penurun panas/antipiretik.
B. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan di rumah, tanda vital seperti suhu, tekanan darah, pernafasan dan denyut jantung diawasi secara ketat. Bila suhu penderita tinggi dilakukan dengan kompres es atau alkohol. Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara per rectal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya (Lumbantobing, SM, 1995). Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
C. Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
1. Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam sederhana diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak yang bila menderita demam lagi. Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari yang mempunyai efek samping paling sedikit dibandingkan dengan obat antikonvulsan lainnya.
Obat yang kini ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal maupun oral pada waktu anak mulai terasa panas.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
2. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
a. Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
b. Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pancreatitis.
c. Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
D. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut.
Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis.
Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.
E. Mencegah Terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
Dalam hal ini tindakan yang perlu ialah mencari penyebab kejang demam tersebut. Misalnya pemberian antibiotik yang sesuai untuk infeksi. Untuk mencegah agar kejang tidak berulang kembali dapat menimbulkan panas pada anak sebaiknya diberi antikonvulsan atau menjaga anak agar tidak sampai kelelahan, karena hal tersebut dapat terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut.
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah karena serangan kejang merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila kejang berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan otak yang menetap (cacat).
Ada 3 upaya yang dapat dilakukan :
1. Profilaksis intermitten
2. Profilaksis terus menerus dengan obat antikonvulsan tiap hari
3. Mengatasi segera jika terjadi serangan kejang
F. Pengobatan Akut
Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :
1. Segera menghilangkan kejang
2. Turunkan panas
3. Pengobatan terhadap panas
4. Suportif
Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB secara IV perlahan-lahan selama 5 menit.
Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:
1. Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu dilepaskan
2. Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma. Cegah trauma pada bibir dan lidah dengan pemberian spatel lidah atau sapu tangan diantara gigi
3. Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena hipoksia
4. Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika (asetaminofen/parasetamol) atau dapat diberikan kompres es
5. Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan antibiotic yang sesuai
6. Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan kortikosteroid untuk mencegah oedem otak dengan menggunakan cortisone 20-30 mg/kgBB atau dexametason 0,5-0,6 mg/kgBB

Daftar Pustaka
1. Schweich PJ, Zempsky WT. Selected topic in emergency medicine.
Dalam: McMilan JA, DeAngelis CD, Feigen RD, Warshaw JB, Ed. Oski’s
pediatrics. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins, 1999, h, 566-89.
2. Roth HI, Drislane FW. Seizures. Neurol Clin 1998; 16:257-84.
3. Smith DF, Appleton RE, MacKenzie JM, Chadwick DW. An Atlas of
epilepsy. Edisi ke-1. New York: The Parthenon Publishing Group, 1998.
h. 15-23.
4. Westbrook GL. Seizures and epilepsy. Dalam: Kandel ER, Scwartz JH,
Jessel TM, ed. Principal of neural science. New York: MCGraw-Hill,
2000. h. 940-55.
5. Najm I, Ying Z, Janigro D. Mechanisms of epileptogenesis. Neurol Clin
North Am 2001; 19:237-50.
6. Hanhan UA, Fiallos MR, Orlowski JP. Status epilepticus. Pediatr Clin
North Am 2001;48:683-94.
7. Commission on Classification and Terminology of the International
League Against Epilepsy. Proposal for revised clinical and
electroencephalographic classification of epileptic seizures. Epilepsia
1981; 22:489-501.
8. Bradford JC, Kyriakedes CG. Evidence based emergency medicine;
Evaluatin and diagnostic testing evaluation of the patient with seizures; An
evidence based approach. Em Med Clin North Am 1999; 20:285-9.
9. Appleton PR, Choonara I, Marland T, Phillips B, Scott R, Whitehouse W.
The treatment of convulsive status epilepticus in children. Arch Dis Child
2000; 83:415-19.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment